Pembacaan: Matius 13:3-9,18-23.
Serial hal kerajaan Sorga ini diambil
dari perumpamaan-perumpamaan yang disampaikan Tuhan Yesus saat
mengajar banyak orang yang datang kepada-Nya, termasuk
murid-murid-Nya. Yang unik adalah Tuhan Yesus tidak menjelaskan arti
perumpamaan yang diceritakan-Nya kepada semua orang, hanya kepada
murid-muridnya saja. Siapakah yang termasuk murid-murid-Nya? Tentu
bukan hanya 12 orang yang dipilih-Nya di atas bukit, tetapi kepada
mereka yang mengikuti Dia, mereka yang masih berdiskusi dengan Dia
setelah kotbah selesai. Sebaliknya di zaman modern dan instan ini,
banyak orang sudah beranjak keluar gereja setelah kotbah atau setelah
pemberian persembahan selesai, segera pulang atau bertamasya.
Banyak orang mencoba menjelaskan
tentang sorga. Banyak agama dan ajaran yang muncul untuk menjelaskan
sorga, tetapi tidak memiliki penjelasan yang sempurna, bahkan mencoba
menguraikan seturut pikiran duniawi. Beberapa ajaran mengarahkan diri
ke langit, ke atas, yang dianggap tempat para dewa atau Sorga. Ada
yang merasa jika semakin jauh dari hidup duniawi, maka semakin
sorgawi. Sungguh menarik bahwa Tuhan Yesus justru sangat “duniawi”
dalam menjelaskan Sorga, memakai aktifitas kehidupan sehari-hari
manusia di dunia. Sebagian orang lain, berusaha menghilangkan sorga
dengan pemikiran logis yang sangat manusiawi....atau lebih cenderung
hewani, seperti para penganut paham “behaviorisme” dari Sigmund
Freud, bapak psikologi dunia.
Seorang anak kecil bertanya pada
ayahnya: “Papa, kemana Oma pergi setelah meninggal?” Ayahnya yang
sangat bersedih ditinggal mati ibunya, pada acara pemakaman itu hanya
bisa menjawab: “Ke tempat yang lebih baik Nak.”. Dengan polos
(atau bingung melihat ayahnya menangis padahal Omanya ke tempat yang
lebih baik) sang anak menyambut: “Oh baguslah, tentu Oma akan
bersenang-senang.”
Baiklah, tentunya jawaban ke tempat
lebih baik (to a better place) tidak cukup memuaskan bagi kita
bukan? Konon ada agama tertentu menyatakan bahwa Sorga itu tempat
bidadari-bidadari yang akan melayani dan menyenangkan hati kita. Wah
tentu ini sangat rasis gender bukan? Tampaknya hanya para pria yang
tertarik ke sorga. Ada yang menyatakan sorga itu bukan tempat, tapi
karma hidup, ketika baik menjadi dewa atau mungkin dilahirkan kembali
menjadi orang yang lebih kaya dan terhormat. Jika jahat, bisa
dilahirkan menjadi hewan. Dan semasa hidup harus menebus kejahatan
reinkarnasi sebelumnya. Wah bukankah ini tidak adil? Lalu bagaimana
dengan dewa yang jahat? Yah demikian manusia mencoba menjelaskan
sorga.
Puji syukur kepada Allah, kita tidak
harus hidup dalam kebingungan. Seseorang yang datang dari Sorga telah
bersedia memperkenalkan Sorga kepada kita. Kristus yang kelahiran,
kematian dan kebangkitan-Nya membuktikan bahwa kita telah dikunjungi
Pemilik Sorga, menjelaskan hal Kerajaan Sorga itu kepada kita. Bahkan
Tuhan Yesus menggunakan hal-hal duniawi sebagai cara Dia menjelaskan
tentang hal kerajaan Sorga.
Suatu saat saya berjalan-jalan di rumah
yang banyak jendelanya. Dan seekor serangga kupu-kupu terjebak di
jendela kaca, hendak keluar tetapi terhalang kaca. Ya, ada bagian
kaca yang terbuka, tetapi bagi dia, semua sama, transparan, bisa
lihat bunga di luar, tetapi tak bisa lewat, oh sangat frustasi bukan?
Mungkin anda pernah melihat hal serupa, mungkin lalat, capung, tawon
dan lainnya. Saya berbicara kepada kupu-kupu itu, hai bodoh, lewat
sini.. (sambil menunjuk jalan keluar), tapi tetap saja dia
berputar-putar.. Akhirnya saya terpaksa menggiring dia dengan meniup
angin untuk mendorong dia ke arah keluar.
Demikian Allah melalui berbagai cara
memberikan petunjuk kepada kita manusia untuk mengenal Dia, mengenal
tentang sorga. Tetapi kita beda mahluk, beda bahasa, beda pemahaman.
Seperti kupu-kupu tadi, dengan susah payah akhirnya dia bisa melewati
lubang kaca itu, bahkan kuyakin, setelah bebaspun, kupu-kupu itu
tidak paham apa yang sebenarnya terjadi. Seandainya aku bisa berubah
menjadi kupu-kupu, tentu aku bisa menjelaskan kepadanya, memberikan
petunjuk yang dimengerti olehnya. Seperti akhirnya Tuhan menjadi
manusia untuk menjelaskan pada kita tentang Allah yang sejati,
tentang hal Kerajaan Sorga.
Matius 13:3-9
Dan Ia mengucapkan banyak hal dalam
perumpamaan kepada mereka. Kata-Nya: “Adalah seorang penabur keluar
untuk menabur. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di
pinggir jalan, lalu datanglah burung memakannya sampai habis.
Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak
tanahnya, lalu benih itu segera tumbuh, karena tanahnya tipis. Tetapi
sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak
berakar. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu semakin
besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati. Dan sebagian jatuh
di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada
yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat. Siapa
bertelinga, hendaklah ia mendengar!”.
Seri hal kerajaan
Sorga ini dimulai dari sikap kita mendengar. Perumpamaan pembuka ini
sederhana untuk dimengerti tetapi penting untuk mengerti
perumpamaan-perumpamaan selanjutnya tentang hal kerajaan Sorga. Saya
rasa jika diartikan harafiah sajapun, kita mudah memahami kiasan ini,
jika kita petani, tentu jauh lebih paham, tentu saja petani tidak
akan menanam benih dipinggir jalan, di tanah berbatu maupun semak
belukar bukan? Tetapi ternyata tidak bagi murid-murid. Mereka secara
tersendiri meminta penjelasan lebih lanjut tentang perumpamaan ini
pada Tuhan Yesus.
Entah mungkin
karena mayoritas mereka nelayan, saya kurang tahu, tetapi Tuhan Yesus
menjelaskan bahwa memang semua diceritakan-Nya dalam perumpamaan,
sehingga tidak semua orang dapat mengerti. Tetapi Dia telah
memberikan kunci untuk mengerti, yaitu siapa bertelinga, hendaklah ia
mendengar. Ini berarti keseriusan, cara dan sikap mendengar yang
benar. Cobalah anda duduk di restoran yang ramai, sangat unik, jika
kita sungguh memandang seseorang yang sedang berbicara, fokus
padanya, kita bisa mendengar suaranya bahkan diantara keramaian
banyak orang yang juga sedang berbicara satu sama lain. Ya siapa
bertelinga, cobalah mendengar dengan benar.
Selanjutnya Yesus
mejelaskan arti perumpamaan ini, kembali soal mendengar, sebagai
berikut:
Matius 13: 18-23
Karena itu, dengarkanlah arti
perumpamaan penabur itu. Kepada setiap orang yang mendengarkan
firman tentang Kerajaan Sorga, tetapi tidak mengertinya,
datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu;
itulah benih yang ditaburkan di pinggir jalan. Benih yang ditaburkan
di tanah berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu
dan segera menerimanya dengan gembira. Tetapi ia tidak berakar
dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan
karena firman itu, orang itupun segera murtad. Yang ditaburkan di
tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu
kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu
sehingga tidak berbuah. Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang
yang mendengar firman itu dan mengerti, karena itu ia berbuah,
ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang
tiga puluh kali lipat.
Saya rasa
penjelasan Tuhan Yesus tersebut cukup jalas bukan? Apalagi ditambah
dengan beberapa kalimat yang saya tegaskan dengan huruf tebal.
Menunjukkan bagaimana mereka mendengar. Tapi baiklah saya sedikit
menambahkan aplikasi atau gambarannya untuk zaman kita.
Ditaburkan di
pinggir jalan. Tentu jalan yang dimaksud tidak seperti jalan tol atau
jalan aspal yang mulus seperti yang sering kita lihat. Jalan pada
zaman itu bukan dari lapisan aspal yang mulus. Sebagian besar jalan
yang dilalui oleh gerobak atau kereta roda di masa itu terbuat dari
tanah yang dilapisi bebatuan pipih. Mulanya jalan tersebut hanya dari
tanah, kelama-lamaan tanah menjadi keras lalu ditambahkan bebatuan
agar lebih tahan untuk beban yang berat seperti kereta atau muatan
onta. Karena tidak mulus, seringkali muatan-muatan yang membawa
pangan tertumpah muatannya. Banyak burung-burung yang menanti dan
segera menyambar jika ada gandum atau biji-bijian yang tercecer di
jalan.
Tipe pinggir jalan
ini adalah orang yang hatinya keras. Telah mengalami banyak kepahitan
demi kepahitan. Yang seperti ini tipe orang yang keras hati dan susah
dibilangin. Atau orang yang sudah tidak mau peduli lagi pada firman
Tuhan. Adakah anda melihat orang seperti ini? Berkali-kalipun
disampaikan firman, dia tidak akan mengerti atau menolak mengerti.
Seperti benih itu, sudah tersedia, tapi dibiarkan saja sehingga di
makan kepahitan dan kekerasan pikirannya. Saya pernah bertemu orag
seperti ini, baginya, apapun yang saya sampaikan kebenaran firman,
tidak dipedulikannya, selalu mengelak. Beberapa orang saya coba
dalami, ternyata ada kepahitan akibat kekerasan perlakuan ayahnya,
mungkin korban pelecehan. Lain lagi saya temukan adalah orang-orang
yang kepahitan karena permintaannya pada Tuhan untuk suatu hal tidak
terjadi. Misalnya meminta keturunan, atau kesembuhan atau lainnya
yang menurutnya sepantasnya diberikan Allah kepadanya, karena toh dia
selalu menjadi orang baik. Kepahitan ini melahirkan cara-cara
menghindari Tuhan dan Sorga juga Neraka. Orang-orang ini cenderung
menjadi atheis atau justru membuat aliran kepercayaannya sendiri.
Celakalah orang-orang seperti ini.
Tipe pinggir jalan juga mereka yang terkungkung kebodohan fanatisme terhadap suatu ajaran atau pemahaman. Seperti seorang teroris yang telah menelan terus menerus kebohongan yang kelama-lamaan menjadi kebenaran baginya. Orang-orang seperti ini sangat keras dan menolak kebenaran, apapun itu, tanpa memikirkannya lagi. Selain itu juga berlaku bagi orang-orang yang menekankan status sebagai nilai tertinggi dalam dirinya. Seperti para ahli taurat dan kaum farisi, mereka tidak ingin menerima kebenaran karena mereka pasti terlihat kurang baik dibanding kebenaran itu sendiri. Munafik adalah salah satu tipe ini.
Tipe pinggir jalan
bukan berarti setiap orang yang tidak mengerti pembacaan Alkitab.
Karena memang tidak sekaligus seorang mengerti seluruh isi Alkitab
ketika disampaikan kepadanya. Tipe pinggir jalan ini adalah mereka
yang tidak mengerti karena kekerasan hatinya, ketidak-mauan untuk
mengerti, tidak mau diubahkan, tidak mau dipulihkan, memutuskan
menolak.
Kemudian kita lihat
mereka yang tipe tanah berbatu-batu. Ini sebuah tipe yang unik. Masih
keras tentunya dengan adanya batu-batu. Tetapi uniknya, ketika firman
disampaikan, ia menerima dengan gembira. Tipe tanah berbatu-batu ini
juga tidak memahami atau mengerti firman yang disampaikan, tetapi
menyambut dengan gembira. Bahkan, untuk sesaat, dia bertumbuh juga
bukan? Lalu apa ini?
Oh ternyata tipe
tanah berbatu-batu ini seperti orang-orang yang memendam masalah atau
kepedihan hatinya. Yah ada kepahitan juga, ada batu juga, tetapi
tidak keras hati. Ini seperti orang yang menyimpan sakit hati
terhadap orang lain atau sesuatu. Orang-orang seperti ini adalah tipe
mereka yang sangat mengandalkan perasaan hati mereka. Padahal kita
hidup bukan karena “merasakan” firman Allah, tetapi “percaya”
saja. Orang seperti ini bisa kita lihat saat altar call.
Hampir setiap altar call, orang ini maju untuk didoakan.
Selalu terharu dan ekspresif saat menerima firman Tuhan. Dia yakin,
“Oh perasaanku menjadi lebih baik setelah kotbah tadi, firman Tuhan
sungguh menyejukkan hatiku...aku gembira sudah didoakan”. Tetapi,
ketika menghadapi sumber masalah, dia kembali dalam kegalauan dan
kepahitannya.
Pernah lihat orang
seperti ini? Hahahaha... banyak dialami orang putus cinta. Ketika
sakit hati, datang sama Tuhan, merasa sudah mengampuni, melupakan, eh
tetapi ketika melihat mantannya yang memutuskan dirinya, yang
mencampakkan dirinya, apalagi sedang menggandeng orang lain, apalagi
ternyata gandengannya itu temannya atau sahabatnya sendiri, langsung
sekejap galau lagi, marah lagi, benci lagi, hilang semua firman yang
di “nikmati”-nya tadi. Ini juga terjadi kepada mereka yang
memendam dendam, itulah batu-batu yang harus disingkirkan. Gembira
saja tidak cukup, semangat saja tidak cukup, tanah tipis itu tidaklah
cukup. Buanglah kepahitan dan kegeraman itu, buanglah batu-batu itu.
Kemudian tanah di
tengah semak belukar. Ini adalah tipe yang paling berbahaya. Lihat,
pada perumpamaan, semak belukar itu menghimpit benih sehingga mati.
Sedangkan pada penjelasan, menghimpit sehingga tidak berbuah.
Kesimpulannya adalah tidak berbuah = mati. Anda tidak berbuah, anda
mati. Anda tidak menghasilkan benih baru (karena buah menghasilkan
biji yang adalah benih baru), anda mati. Anda tidak memberitakan
kasih Tuhan dan Firman kebenaran-Nya, anda mati. Bagaimana mungkin
ini terjadi?
Tipe semak belukar
ini adalah orang yang cenderung merasionalisasi, mendispensasi,
mempersuasi keadaan dengan firman Tuhan. Orang seperti ini tidak
tegas dalam hidup berimannya. Dia mencoba mencocok-cocokkan kondisi
duniawi dengan rohani. Sebagai contoh, ada orang yang menikah beda
agama, sekalipun firman Tuhan bilang dengan jelas dan tegas, bahwa
terang tidak dapat bersatu dengan gelap, bahwa tidak ada persamaan
apapun antara terang dengan gelap, namun tipe semak belukar ini
menyanggah, bahwa kita bisa melayani dia nanti untuk mengenal Tuhan,
toh Tuhan menciptakan manusia berbeda, berbeda bukan halangan,
sama-sama ciptaan Tuhan, dan sebagainya-sebagainya. Keinginannya
yang diutamakan daripada keinginan Tuhan. (Saya pernah lihat seorang
artis penyanyi terkenal yang seorang kristen yang pernah menyanyikan
lagu-lagu rohani melakukan hal ini kemudian akhirnya bercerai,
sungguh menyedihkan).
Orang seperti ini
juga jelas seperti penjelasan Tuhan Yesus, mencintai hal-hal duniawi,
tetapi juga ingin rohani. Kekuatiran dunia dan kekayaan yang selalu
menjadi bagiannya. Oh bagaimana bisa berkarir kalau dibenci atasan
karena hidup benar? Kuatir apa kata orang, kuatir penghidupan
dunianya, kuatir kalau keinginannya tidak tercapai. Hai tipe semak
belukar, anda harus memilih, hidup benar atau hidup dalam dosa. Cabut
bakar semak belukarmu, baru anda benar-benar hidup dan berbuah.
Sekalipun anda tidak menolak firman, tetapi jika tidak berbuahpun,
anda mati. Ayo pilih, tegaslah!
Yang terakhir
adalah yang terbaik, yaitu tanah yang baik. Tentu semua petani
memilih tanah yang baik sebagai ladang pertaniannya bukan? Ataupun
mengusahakan tanah yang ada menjadi baik. Menggemburkan, menggarap,
mencangkul, memberi pupuk, menyiram air, dan sebagainya, agar benih
bisa bertumbuh dengan subur. Ini adalah orang yang memiliki hati yang
mendengar untuk mengerti. Fokus pada tujuan. Mendengar untuk
mengerti. Orang seperti ini rela membongkar seluruh isi hatinya,
rahasia-rahasia terkelam hidupnya, menyerahkan hatinya untuk dijamah
dan dipulihkan Allah. Orang seperti ini mendengar dengan perasaan dan
dengan pikiran dan dengan tindakannya. Orang yang memutuskan untuk
mengikuti Firman itu apapun resikonya. Orang yang memahami firman itulah yang mengantarkan dia pada hal kekal kerajaan Sorga.
Orang yang memiliki
hati seperti tanah yang baik itu adalah mereka yang mengkhususkan
diri, seperti aplikasi di restoran tadi, orang yang hatinya tanah
yang baik, memandang Tuhan Yesus, mendengarkan setiap perkataan-Nya,
menikmati perbincangan dengan Allah-nya, mengerti apa yang
dimaksudkan Tuhan dalam hidupnya, yaitu rancangan damai sejahtera.
Orang seperti ini akan berbuah, menyebarkan benih-benih baru melalui
buahnya. Yah ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali
lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.
Demikianlah tentang
kerajaan Sorga. Pada serial pertama ini, kerajaan Sorga dijelaskan
sebagai sikap mendengar yang menunjukkan sikap hati kita. Sorga itu
tidak jauh di awan, di matahari, di alam dewa-dewi. Sorga itu di
hatimu, saat Firman Yesus Kristus menjadi benih yang tumbuh di
hatimu, yang kemudian berbuah banyak, kau telah memiliki Sorga. Ya
Sorga saat ini dan nanti. Jadi, hidup atau mati bagi orang percaya
tidaklah menjadi masalah, karena toh, kami sudah di Sorga. Amin.
Note. Ikuti serial
Hal Kerajaan Sorga selanjutnya. -md
No comments:
Post a Comment