Sunday, 27 July 2014

Seorang penabur – Serial Hal Kerajaan Sorga

Seorang penabur – Serial Hal Kerajaan Sorga

Pembacaan: Matius 13:3-9,18-23.


Serial hal kerajaan Sorga ini diambil dari perumpamaan-perumpamaan yang disampaikan Tuhan Yesus saat mengajar banyak orang yang datang kepada-Nya, termasuk murid-murid-Nya. Yang unik adalah Tuhan Yesus tidak menjelaskan arti perumpamaan yang diceritakan-Nya kepada semua orang, hanya kepada murid-muridnya saja. Siapakah yang termasuk murid-murid-Nya? Tentu bukan hanya 12 orang yang dipilih-Nya di atas bukit, tetapi kepada mereka yang mengikuti Dia, mereka yang masih berdiskusi dengan Dia setelah kotbah selesai. Sebaliknya di zaman modern dan instan ini, banyak orang sudah beranjak keluar gereja setelah kotbah atau setelah pemberian persembahan selesai, segera pulang atau bertamasya.

Banyak orang mencoba menjelaskan tentang sorga. Banyak agama dan ajaran yang muncul untuk menjelaskan sorga, tetapi tidak memiliki penjelasan yang sempurna, bahkan mencoba menguraikan seturut pikiran duniawi. Beberapa ajaran mengarahkan diri ke langit, ke atas, yang dianggap tempat para dewa atau Sorga. Ada yang merasa jika semakin jauh dari hidup duniawi, maka semakin sorgawi. Sungguh menarik bahwa Tuhan Yesus justru sangat “duniawi” dalam menjelaskan Sorga, memakai aktifitas kehidupan sehari-hari manusia di dunia. Sebagian orang lain, berusaha menghilangkan sorga dengan pemikiran logis yang sangat manusiawi....atau lebih cenderung hewani, seperti para penganut paham “behaviorisme” dari Sigmund Freud, bapak psikologi dunia.

Seorang anak kecil bertanya pada ayahnya: “Papa, kemana Oma pergi setelah meninggal?” Ayahnya yang sangat bersedih ditinggal mati ibunya, pada acara pemakaman itu hanya bisa menjawab: “Ke tempat yang lebih baik Nak.”. Dengan polos (atau bingung melihat ayahnya menangis padahal Omanya ke tempat yang lebih baik) sang anak menyambut: “Oh baguslah, tentu Oma akan bersenang-senang.”

Baiklah, tentunya jawaban ke tempat lebih baik (to a better place) tidak cukup memuaskan bagi kita bukan? Konon ada agama tertentu menyatakan bahwa Sorga itu tempat bidadari-bidadari yang akan melayani dan menyenangkan hati kita. Wah tentu ini sangat rasis gender bukan? Tampaknya hanya para pria yang tertarik ke sorga. Ada yang menyatakan sorga itu bukan tempat, tapi karma hidup, ketika baik menjadi dewa atau mungkin dilahirkan kembali menjadi orang yang lebih kaya dan terhormat. Jika jahat, bisa dilahirkan menjadi hewan. Dan semasa hidup harus menebus kejahatan reinkarnasi sebelumnya. Wah bukankah ini tidak adil? Lalu bagaimana dengan dewa yang jahat? Yah demikian manusia mencoba menjelaskan sorga.

Puji syukur kepada Allah, kita tidak harus hidup dalam kebingungan. Seseorang yang datang dari Sorga telah bersedia memperkenalkan Sorga kepada kita. Kristus yang kelahiran, kematian dan kebangkitan-Nya membuktikan bahwa kita telah dikunjungi Pemilik Sorga, menjelaskan hal Kerajaan Sorga itu kepada kita. Bahkan Tuhan Yesus menggunakan hal-hal duniawi sebagai cara Dia menjelaskan tentang hal kerajaan Sorga.

Suatu saat saya berjalan-jalan di rumah yang banyak jendelanya. Dan seekor serangga kupu-kupu terjebak di jendela kaca, hendak keluar tetapi terhalang kaca. Ya, ada bagian kaca yang terbuka, tetapi bagi dia, semua sama, transparan, bisa lihat bunga di luar, tetapi tak bisa lewat, oh sangat frustasi bukan? Mungkin anda pernah melihat hal serupa, mungkin lalat, capung, tawon dan lainnya. Saya berbicara kepada kupu-kupu itu, hai bodoh, lewat sini.. (sambil menunjuk jalan keluar), tapi tetap saja dia berputar-putar.. Akhirnya saya terpaksa menggiring dia dengan meniup angin untuk mendorong dia ke arah keluar.

Demikian Allah melalui berbagai cara memberikan petunjuk kepada kita manusia untuk mengenal Dia, mengenal tentang sorga. Tetapi kita beda mahluk, beda bahasa, beda pemahaman. Seperti kupu-kupu tadi, dengan susah payah akhirnya dia bisa melewati lubang kaca itu, bahkan kuyakin, setelah bebaspun, kupu-kupu itu tidak paham apa yang sebenarnya terjadi. Seandainya aku bisa berubah menjadi kupu-kupu, tentu aku bisa menjelaskan kepadanya, memberikan petunjuk yang dimengerti olehnya. Seperti akhirnya Tuhan menjadi manusia untuk menjelaskan pada kita tentang Allah yang sejati, tentang hal Kerajaan Sorga.



Matius 13:3-9

Dan Ia mengucapkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Kata-Nya: “Adalah seorang penabur keluar untuk menabur. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itu segera tumbuh, karena tanahnya tipis. Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu semakin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati. Dan sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!”.

Seri hal kerajaan Sorga ini dimulai dari sikap kita mendengar. Perumpamaan pembuka ini sederhana untuk dimengerti tetapi penting untuk mengerti perumpamaan-perumpamaan selanjutnya tentang hal kerajaan Sorga. Saya rasa jika diartikan harafiah sajapun, kita mudah memahami kiasan ini, jika kita petani, tentu jauh lebih paham, tentu saja petani tidak akan menanam benih dipinggir jalan, di tanah berbatu maupun semak belukar bukan? Tetapi ternyata tidak bagi murid-murid. Mereka secara tersendiri meminta penjelasan lebih lanjut tentang perumpamaan ini pada Tuhan Yesus.

Entah mungkin karena mayoritas mereka nelayan, saya kurang tahu, tetapi Tuhan Yesus menjelaskan bahwa memang semua diceritakan-Nya dalam perumpamaan, sehingga tidak semua orang dapat mengerti. Tetapi Dia telah memberikan kunci untuk mengerti, yaitu siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar. Ini berarti keseriusan, cara dan sikap mendengar yang benar. Cobalah anda duduk di restoran yang ramai, sangat unik, jika kita sungguh memandang seseorang yang sedang berbicara, fokus padanya, kita bisa mendengar suaranya bahkan diantara keramaian banyak orang yang juga sedang berbicara satu sama lain. Ya siapa bertelinga, cobalah mendengar dengan benar.

Selanjutnya Yesus mejelaskan arti perumpamaan ini, kembali soal mendengar, sebagai berikut:





Matius 13: 18-23

Karena itu, dengarkanlah arti perumpamaan penabur itu. Kepada setiap orang yang mendengarkan firman tentang Kerajaan Sorga, tetapi tidak mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu; itulah benih yang ditaburkan di pinggir jalan. Benih yang ditaburkan di tanah berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira. Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itupun segera murtad. Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah. Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.

Saya rasa penjelasan Tuhan Yesus tersebut cukup jalas bukan? Apalagi ditambah dengan beberapa kalimat yang saya tegaskan dengan huruf tebal. Menunjukkan bagaimana mereka mendengar. Tapi baiklah saya sedikit menambahkan aplikasi atau gambarannya untuk zaman kita.

Ditaburkan di pinggir jalan. Tentu jalan yang dimaksud tidak seperti jalan tol atau jalan aspal yang mulus seperti yang sering kita lihat. Jalan pada zaman itu bukan dari lapisan aspal yang mulus. Sebagian besar jalan yang dilalui oleh gerobak atau kereta roda di masa itu terbuat dari tanah yang dilapisi bebatuan pipih. Mulanya jalan tersebut hanya dari tanah, kelama-lamaan tanah menjadi keras lalu ditambahkan bebatuan agar lebih tahan untuk beban yang berat seperti kereta atau muatan onta. Karena tidak mulus, seringkali muatan-muatan yang membawa pangan tertumpah muatannya. Banyak burung-burung yang menanti dan segera menyambar jika ada gandum atau biji-bijian yang tercecer di jalan.

Tipe pinggir jalan ini adalah orang yang hatinya keras. Telah mengalami banyak kepahitan demi kepahitan. Yang seperti ini tipe orang yang keras hati dan susah dibilangin. Atau orang yang sudah tidak mau peduli lagi pada firman Tuhan. Adakah anda melihat orang seperti ini? Berkali-kalipun disampaikan firman, dia tidak akan mengerti atau menolak mengerti. Seperti benih itu, sudah tersedia, tapi dibiarkan saja sehingga di makan kepahitan dan kekerasan pikirannya. Saya pernah bertemu orag seperti ini, baginya, apapun yang saya sampaikan kebenaran firman, tidak dipedulikannya, selalu mengelak. Beberapa orang saya coba dalami, ternyata ada kepahitan akibat kekerasan perlakuan ayahnya, mungkin korban pelecehan. Lain lagi saya temukan adalah orang-orang yang kepahitan karena permintaannya pada Tuhan untuk suatu hal tidak terjadi. Misalnya meminta keturunan, atau kesembuhan atau lainnya yang menurutnya sepantasnya diberikan Allah kepadanya, karena toh dia selalu menjadi orang baik. Kepahitan ini melahirkan cara-cara menghindari Tuhan dan Sorga juga Neraka. Orang-orang ini cenderung menjadi atheis atau justru membuat aliran kepercayaannya sendiri. Celakalah orang-orang seperti ini.


Tipe pinggir jalan juga mereka yang terkungkung kebodohan fanatisme terhadap suatu ajaran atau pemahaman. Seperti seorang teroris yang telah menelan terus menerus kebohongan yang kelama-lamaan menjadi kebenaran baginya. Orang-orang seperti ini sangat keras dan menolak kebenaran, apapun itu, tanpa memikirkannya lagi. Selain itu juga berlaku bagi orang-orang yang menekankan status sebagai nilai tertinggi dalam dirinya. Seperti para ahli taurat dan kaum farisi, mereka tidak ingin menerima kebenaran karena mereka pasti terlihat kurang baik dibanding kebenaran itu sendiri. Munafik adalah salah satu tipe ini.

Tipe pinggir jalan bukan berarti setiap orang yang tidak mengerti pembacaan Alkitab. Karena memang tidak sekaligus seorang mengerti seluruh isi Alkitab ketika disampaikan kepadanya. Tipe pinggir jalan ini adalah mereka yang tidak mengerti karena kekerasan hatinya, ketidak-mauan untuk mengerti, tidak mau diubahkan, tidak mau dipulihkan, memutuskan menolak.

Kemudian kita lihat mereka yang tipe tanah berbatu-batu. Ini sebuah tipe yang unik. Masih keras tentunya dengan adanya batu-batu. Tetapi uniknya, ketika firman disampaikan, ia menerima dengan gembira. Tipe tanah berbatu-batu ini juga tidak memahami atau mengerti firman yang disampaikan, tetapi menyambut dengan gembira. Bahkan, untuk sesaat, dia bertumbuh juga bukan? Lalu apa ini?

Oh ternyata tipe tanah berbatu-batu ini seperti orang-orang yang memendam masalah atau kepedihan hatinya. Yah ada kepahitan juga, ada batu juga, tetapi tidak keras hati. Ini seperti orang yang menyimpan sakit hati terhadap orang lain atau sesuatu. Orang-orang seperti ini adalah tipe mereka yang sangat mengandalkan perasaan hati mereka. Padahal kita hidup bukan karena “merasakan” firman Allah, tetapi “percaya” saja. Orang seperti ini bisa kita lihat saat altar call. Hampir setiap altar call, orang ini maju untuk didoakan. Selalu terharu dan ekspresif saat menerima firman Tuhan. Dia yakin, “Oh perasaanku menjadi lebih baik setelah kotbah tadi, firman Tuhan sungguh menyejukkan hatiku...aku gembira sudah didoakan”. Tetapi, ketika menghadapi sumber masalah, dia kembali dalam kegalauan dan kepahitannya.

Pernah lihat orang seperti ini? Hahahaha... banyak dialami orang putus cinta. Ketika sakit hati, datang sama Tuhan, merasa sudah mengampuni, melupakan, eh tetapi ketika melihat mantannya yang memutuskan dirinya, yang mencampakkan dirinya, apalagi sedang menggandeng orang lain, apalagi ternyata gandengannya itu temannya atau sahabatnya sendiri, langsung sekejap galau lagi, marah lagi, benci lagi, hilang semua firman yang di “nikmati”-nya tadi. Ini juga terjadi kepada mereka yang memendam dendam, itulah batu-batu yang harus disingkirkan. Gembira saja tidak cukup, semangat saja tidak cukup, tanah tipis itu tidaklah cukup. Buanglah kepahitan dan kegeraman itu, buanglah batu-batu itu.

Kemudian tanah di tengah semak belukar. Ini adalah tipe yang paling berbahaya. Lihat, pada perumpamaan, semak belukar itu menghimpit benih sehingga mati. Sedangkan pada penjelasan, menghimpit sehingga tidak berbuah. Kesimpulannya adalah tidak berbuah = mati. Anda tidak berbuah, anda mati. Anda tidak menghasilkan benih baru (karena buah menghasilkan biji yang adalah benih baru), anda mati. Anda tidak memberitakan kasih Tuhan dan Firman kebenaran-Nya, anda mati. Bagaimana mungkin ini terjadi?

Tipe semak belukar ini adalah orang yang cenderung merasionalisasi, mendispensasi, mempersuasi keadaan dengan firman Tuhan. Orang seperti ini tidak tegas dalam hidup berimannya. Dia mencoba mencocok-cocokkan kondisi duniawi dengan rohani. Sebagai contoh, ada orang yang menikah beda agama, sekalipun firman Tuhan bilang dengan jelas dan tegas, bahwa terang tidak dapat bersatu dengan gelap, bahwa tidak ada persamaan apapun antara terang dengan gelap, namun tipe semak belukar ini menyanggah, bahwa kita bisa melayani dia nanti untuk mengenal Tuhan, toh Tuhan menciptakan manusia berbeda, berbeda bukan halangan, sama-sama ciptaan Tuhan, dan sebagainya-sebagainya. Keinginannya yang diutamakan daripada keinginan Tuhan. (Saya pernah lihat seorang artis penyanyi terkenal yang seorang kristen yang pernah menyanyikan lagu-lagu rohani melakukan hal ini kemudian akhirnya bercerai, sungguh menyedihkan).

Orang seperti ini juga jelas seperti penjelasan Tuhan Yesus, mencintai hal-hal duniawi, tetapi juga ingin rohani. Kekuatiran dunia dan kekayaan yang selalu menjadi bagiannya. Oh bagaimana bisa berkarir kalau dibenci atasan karena hidup benar? Kuatir apa kata orang, kuatir penghidupan dunianya, kuatir kalau keinginannya tidak tercapai. Hai tipe semak belukar, anda harus memilih, hidup benar atau hidup dalam dosa. Cabut bakar semak belukarmu, baru anda benar-benar hidup dan berbuah. Sekalipun anda tidak menolak firman, tetapi jika tidak berbuahpun, anda mati. Ayo pilih, tegaslah!



Yang terakhir adalah yang terbaik, yaitu tanah yang baik. Tentu semua petani memilih tanah yang baik sebagai ladang pertaniannya bukan? Ataupun mengusahakan tanah yang ada menjadi baik. Menggemburkan, menggarap, mencangkul, memberi pupuk, menyiram air, dan sebagainya, agar benih bisa bertumbuh dengan subur. Ini adalah orang yang memiliki hati yang mendengar untuk mengerti. Fokus pada tujuan. Mendengar untuk mengerti. Orang seperti ini rela membongkar seluruh isi hatinya, rahasia-rahasia terkelam hidupnya, menyerahkan hatinya untuk dijamah dan dipulihkan Allah. Orang seperti ini mendengar dengan perasaan dan dengan pikiran dan dengan tindakannya. Orang yang memutuskan untuk mengikuti Firman itu apapun resikonya. Orang yang memahami firman itulah yang mengantarkan dia pada hal kekal kerajaan Sorga.

Orang yang memiliki hati seperti tanah yang baik itu adalah mereka yang mengkhususkan diri, seperti aplikasi di restoran tadi, orang yang hatinya tanah yang baik, memandang Tuhan Yesus, mendengarkan setiap perkataan-Nya, menikmati perbincangan dengan Allah-nya, mengerti apa yang dimaksudkan Tuhan dalam hidupnya, yaitu rancangan damai sejahtera. Orang seperti ini akan berbuah, menyebarkan benih-benih baru melalui buahnya. Yah ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.

Demikianlah tentang kerajaan Sorga. Pada serial pertama ini, kerajaan Sorga dijelaskan sebagai sikap mendengar yang menunjukkan sikap hati kita. Sorga itu tidak jauh di awan, di matahari, di alam dewa-dewi. Sorga itu di hatimu, saat Firman Yesus Kristus menjadi benih yang tumbuh di hatimu, yang kemudian berbuah banyak, kau telah memiliki Sorga. Ya Sorga saat ini dan nanti. Jadi, hidup atau mati bagi orang percaya tidaklah menjadi masalah, karena toh, kami sudah di Sorga. Amin.

Note. Ikuti serial Hal Kerajaan Sorga selanjutnya. -md





No comments:

Post a Comment